Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Matel Terus Menjamur, Pemerintah Tutup Mata?

Senin, 11 November 2019 | November 11, 2019 WIB Last Updated 2019-11-10T23:50:48Z
Imbauan Polsek Tigaraksa menyoal maraknya praktek menyimpang debt collector (foto: Istimewa)

SwaraBanten.com Kehadiran debt collector atau lebih dikenal dengan mata elang (matel), diakui atau tidak banyak meresahkan masyarakat, terutama mereka yang mengalami kemacetan dalam tunggakan kepada pihak leasing. Tak jarang, kelompok matel ini berlagak tak jauh dari sikap premanisme. Mulai ancaman psikis hingga physik.

Demikian diungkapkan Direktur Lembaga Perlindungan Konsumen (LPKSM) Swadaya Masyarakat Banten, Khoirul Umam, menyikapi maraknya praktek matel di wilayah Banten, Senin (11/11/2019).

Menurut Umam, maraknya praktek ini sebuah kegagalan aparat hukum dalam menegakkan Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu, pemerintah lokal juga tidak serius dalam mengayomi warganya, dalam menghadapi sengketa konsumen dengan pihak lembaga pembiayaan non bank atau dikenal masyarakat dengan perusahaan leasing.

"Perampasan atau ancaman oleh kelompok matel ini, jelas sangat tidak menghargai sisi kemanusiaan. Pemerintah dari pusat hingga daerah tidak boleh diam melihat persoalan ini,” tegas Umam, yang kini menggawangi Himpunan Pengusaha KAHMI (HIPKA Banten).

Sebetulnya, lanjut Umam, menghadapi sengketa macetnya debitur ada amanat UU No 8 Tahun 1999 tentang konsumen, diantaranya di daerah dibentuk BPSK (badan penyelesaian sengketa konsumen). Sayangnya, sudah hampir tiga tahun BPSK yang ada di Banten, seperti mati suri.

"Sudah lama BPSK yang ada seperti dibiarkan mati,” kata Umam

Matinya lembaga penyelesaian arbitrase ini, kembali menumbuhsuburkan kelompok matel untuk menekan konsumen yang lambat bayar, dan pemerintah pun diam seolah tak peduli.

"Intinya bila pemerintah serius, sebetulnya kelompok matel ini bisa dihilangkan. Soal sengketa konsumen bisa dibawa ke BPSK,” ujar Umam (red)