Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pecahnya Pembuluh Darah Tak Ada Kaitan Dengan Vaksinasi COVID-19

Rabu, 29 September 2021 | September 29, 2021 WIB Last Updated 2021-09-29T05:00:54Z

SwaraBanten
- Adanya disinformasi bahwa vaksin berisiko menyebabkan stroke pendarahan otak, menurut Direktur RS Pusat Otak Nasional, Mursyid Bustami, tidak benar.

"Kami klarifikasi bahwa secara ilmiah pun tidak ada hubungan antara stroke pendarahan dengan vaksin COVID-19.  Informasi tersebut tidaklah benar," kata Mursyid, dalam keterangan pers Kemenkes

Hingga kini, sambung Mursyid, belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid yang menunjukkan, bahwa ada kaitan antara pemberian vaksinasi COVID-19 dengan terjadinya pecahnya pembuluh darah.

Kalaupun ada efek samping dari pemberian vaksinasi COVID-19, sifatnya masih sangat ringan dan mudah diatasi. Seperti demam, nyeri, mengantuk, lapar dan lainnya. Efek ini biasanya tidak berlangsung lama, maksimal 2 hari pasca penyuntikan vaksin.

Mursyid menjabarkan bahwa sekitar 20% stroke pendarahan disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah, dengan penyebab utamanya karena tingginya faktor risiko tertentu dan bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19.

Adapun faktor risiko dari stroke dan menjadi common respector diantaranya diabetes, hipertensi, pola makan yang buruk, merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik, alkohol, dan narkotika.

''Kalau stroke pendarahan biasanya adalah penderita hipertensi. Yang terjadi adalah tidak kuatnya pembuluh darah menahan tekanan darah yang tinggi, sehingga terjadilah kebocoran,'' ujarnya.

Diungkapkan Mursyid, sebenarnya faktor risiko ada 2 yakni yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan. Faktor risiko yang bisa dikendalikan sebaiknya dicegah sedini mungkin agar tidak menjadi bom waktu kedepannya.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masa depan seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, batasi konsumsi gula, garam dan lemak.

Sementara untuk faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan yakni umur, genetik jenis kelamin. Untuk mengetahuinya sebaiknya melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui riwayat kesehatan sehingga apabila ada kelainan dalam tubuh bisa diketahui dan diantisipasi sedini mungkin.

''Untuk mengetahui itu, maka dilakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencari faktor risiko sehingga bisa kita kendalikan secepatnya,'' terangnya. (*/sp)