SWARABANTEN- Setelah menjalani kehidupan dalam kondisi dipasung di sebuah hutan, Ani (50), orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Serang, Banten kini mendapat perawatan di sebuah yayasan ODGJ.
Ani sebelumnya 'terpaksa' dipasung oleh warga dan keluarganya di tengah hutan lantaran perilakunya yang kerap mengamuk dan membahayakan warga.
Dia dipasung pada Kamis malam tanggal 17 November 2022 jam 20.00 WIB.
Sebenarnya sang anak, Ismail tak tega melihat ibunya dipasung, namun dia terpaksa melakukannya bersama warga setempat agar sang ibu tak membahayakan warga sekitar ketika mengamuk.
Namun kini Ani sudah tidak dipasung lagi setelah seorang pendatang membantu untuk membawanya ke sebuah yayasan untuk dirawat.
Ani terpaksa dipasung di hutan dekat kali di RT 01/01 Kampung Nagara Padang, Desa Kampung Baru, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten.
Pemasungan dilakukan atas dasar kesepakatan antara warga dengan anaknya.
Menurut keterangan ketua RT, Juhenah (55), warga bersepakat dengan anaknya untuk memasung Ani lantaran membahayakan warga sekitar.
Saat penyakitnya kambuh, Ani keliling kampung membawa batu dan melempari rumah serta warga sekitar yang ditemuinya di jalan.
Warga yang geram dan takut dengan kelakuan Ani, akhirnya memutuskan untuk memasungnya.
Sebelumnya Ani diikat kedua tangannya di rumah Sopiah (kakak Ani), namun lagi-lagi dia berhasil melepaskan ikatannya.
Ani (50) orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sempat hampir 10 hari dipasung di bagian leher. Ani tinggal di hutan dekat kali di RT 01/01 Kampung Nagara Padang, Desa Kampung Baru, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten. Upaya pemasungan kepada Ani itu dilakukan atas dasar kesepakatan antara warga dengan anak.
Untuk membawa ke puskesmas, keluarga Ani tidak memiliki biaya yang cukup sehingga diputuskan untuk memasungnya dekat kali.
Lokasi pemasungan dipilih agar memudahkan Ani untuk mandi dan kakus.
"Dipasung berdasarkan kesepakatan warga dan anak karena membahayakan warga sekitar ngamuknya," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (28/11/2022).
Kata Juhenah, Ani dipasung pada Kamis malam tanggal 17 November 2022 jam 20.00 WIB.
Rantai sepanjang 1,5 meter dikalungkan pada leher Ani dan digembok.
Sebelum rantai dipasang, leher Ani dibalut dengan ban sepeda agar rantainya tidak lecet di lehernya.
"Pakai ban sepeda biar tidak lecet dan dirantai di leher digembok," terangnya.
"Sempat dirantai di tangan di rumah saudaranya kemudian lepas rantainya," tambahnya.
Setelah dirantai, kemudian ujung rantai digembok di sebuah pohon, rantai diperoleh dari warga setempat.
"Rantainya diikat di pohon sepanjang 1 meter setengah dari warga," ucapnya.
Sebelum dirantai, anaknya bernama Ismail sempat meminta maaf pada Ani. Dia tidak tega melihat ibunya dirantai.
"Anaknya sempat minta maaf dan tidak tega ibunya dirantai," jelasnya.
Meski dirantai, warga memberikan ember, gayung dan makanan.
"Saya yang ngasih makan, dikasih ember, gayung," ungkapnya.
Kata Juhenah, Ani baru satu bulan tinggal disini sejak dipulangkan dari Lampung, sebelumnya dia sudah 13 tahun tidak tinggal disini.
"Sudah 13 tahun engga tinggal disini, dia di Lampung sebelumnya," jelasnya.
Pada Jumat 26 November 2022, rantai yang terpasang di leher Ani dilepas didampingi RT, kepala desa, pegawai kecamatan,dinas dan pihak puskesmas.
"Ada andri pendatang dia yang ngebantu buat ngelepasin rantai dibantu sama yang lain juga," terangnya.
Selanjutnya, Ani dibawa ke yayasan Assifa Amalindo di Waringin kurung, Serang, Banten untuk dirawat.
"Pas dilepas dia senang banget, sekarang udah di sana di yayasan ODGJ," jelasnya.
Juhenah berharap semoga Ani segera sembuh dari sakitnya.
Pantauan di lokasi tempat Ani yang sempat dipasung itu terdapat satu buah bambu panjang yang dibentangkan pada dua pohon dukuh besar.
Area sekitar tampak rindang dikelilingi semak belukar.
Sisa bungkus makanan, botol air mineral berserakan di lokasi.
Dua kain pengikat dan tali rafia hitam masih terikat di sebuah bambu.
Di sisi pohon itu mengalir aliran sungai berwarna cokelat, turut terpasang pula tali yang diikat di sebuah pohon untuk mengambil air.
Untuk menuju lokasi harus melalui jalan setapak dan menyusuri tepian kali.
Tidak jauh dari lokasi, terdapat rumah kakak Ani bernama Sopiah berusia 60 tahun.
Menanggapi kejadian tersebut Kapolres Serang AKBP Yudha Satria, SH., S.Ik meminta masyarakat tidak memasung keluarga atau kerabat yang mengalami gangguan jiwa atau ODGJ.
Hal itu disampaikan Kapolres Serang saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (29/11).
Yudha menilai, pasung justru memperburuk kondisi kesehatan jiwa ODGJ. Selain itu, pasung juga akan memengaruhi kesehatan fisik.
Yudha menuturkan, gangguan kejiwaan dapat disembuhkan dengan cara lain, bukan dengan dipasung.
"Kami mau menyampaikan, sebenarnya ODGJ itu bisa disembuhkan dengan pengobatan rutin. Sama seperti punya penyakit lain dan minum obat, nah itu (gangguan jiwa) dapat sembuh dengan pengobatan rutin," tutur Yudha.
Untuk itu, Yudha meminta masyarakat yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa untuk segera mambawa pasien berobat.
"Kalau keluarga tidak mampu, pihak desa atau Polsek setempat akan membantu mengurus BPJS-nya, sehingga mereka tidak perlu ketakutan akan pengobatannya. Biaya pengobatan itu bisa diberikan melalui BPJS," ucap dia.
Kapolres Serang juga menyampaikan bahwa saat ini perkara tersebut masih didalami, apabila ditemukan adanya pidana dalam kejadian tersebut pihaknya akan menindak lanjutinya.
"saat ini masih kita dalami, kita akan mintai keterangan dari pihak keluarganya dan warga setempat, dan kita juga terus memberikan edukasi kepada masyarakat agar hal serupa tidak terjadi kembali, " tutup Kapolres Serang. (UC/sumber: Bidhumas)