![]() |
Deden Haditia |
“Melihat kegaduhan
penyaluran program bantuan sembako pangan, kami mendesak adanya audit BPK,
untuk melakukan pemeriksaan terhadap dugaan markup harga komoditas, mutu
komoditas serta sasaran penerima Program yaitu KPM (kelompok penerima
manfaat),” kata Deden, Rabu (10/06/2020)
Selain penyaluran,
Deden juga menilai verifikasi dan validasi data terpadu kesejahteraan sosial
(DTKS) belum optimal dengan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Sosial (Permensos) Nomor 28 tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan
Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang tidak Mampu.
“Intinya kami minta
pengawasan ini dilakukan secara serius dan konkrit, agar sembako yang
disalurkan tepat sasaran dan komoditas yang disalurkan sesuai mutu yang
sebanding dengan harga yang dibeli oleh KPM,” ujarnya.
Permasalahan lainnya,
lanjut Deden, adalah keberadaan agen-agen yang masih terbilang dadakan ini,
harus benar-benar di croscek oleh auditor.
“Jangan sampai program
bantuan untuk fakir miskin ini justru digunakan sebagai objek bisnis, untuk
meraup keuntungan besar oleh kelompok dan golongan kepentingan semata,”
imbuhnya.
Menyikapi kegaduhan
program sembako ini, salah seorang eksposen ’98 E Sudrajat, meminta pihak-pihak
yang berwenang untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan benar, terlebih ini
menyangkut hajat hidup orang miskin.
“Kasihan penerima
manfaat. Program ini bila semuanya sesuai dengan ketentuan, pasti tak akan
timbul kegaduhan. Bila ramai, ada dugaan kuat penuh dengan nuansa
kongkalingkong,” ujar Sudrajat yang akrab dipanggil Jeje.
Solusinya, kata Jeje,
Dinsos Lebak dan Dinsos Banten termasuk Kemensos semestinya merespon cepat
dengan kegaduhan yang terjadi di Kabupaten Lebak.
“Miris saya
mendengarnya, program sembako yang semestinya untuk memperbaiki gizi masyarakat
tak mampu, kok terkesan menjadi ajang bisnis,” ucap Jeje. (kc/red)