Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PT SMI (Persero) Dinilai "Mencla Mencle"

Sabtu, 19 Juni 2021 | Juni 19, 2021 WIB Last Updated 2021-09-27T18:08:57Z


Penulis: H. A Jazuli
Ketua Yayasan Deir An Nahyan Messina (YDAM), Serang, Banten

Saat Pemprov Banten mengajukan (dan mendapatkan) Pinjaman sebesar Rp 800 Milyar kepada PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) - Persero, pada TA 2020 tidak dikenakan jasa Bunga.

Namun saat mengajukan Pinjaman sebesar Rp 4,1 Trilyun pada TA 2021 dikenakan Bunga sebesar 6,1 per Tahun.

Sedianya Pinjaman sebesar Rp 4,9 Trilyun akan dicicil selama 8 (delapan) tahun dengan Grace Period dua tahun.

Apabila rencana itu berjalan, maka Pemprov Banten akan mencicil mulai TA 2022 sebesar sekitar Rp 900 Milyar per Tahun Anggarana (terdiri Pokok Pinjaman dan Bunga), hingga TA 2029.

Kini masalahnya menjadi pelik mengingat pihak PT SMI (Persero) secara sepihak  telah menyampaikan kabar, bahwa Masa Pinjaman menjadi hanya LIMA TAHUN saja --- bukan DELAPAN TAHUN sebagaimana kesepakatan semula.

Problema muncul di pelupuk mata, apakah Pinjaman yang Rp 4,1 Trilyun tetap dilanjutkan sesuai PKS (Perjanjian Kerja Sama) yang telah dibuat dan disepakati bersama? Atau tetap dilanjutkan, namun angkanya tidak sebesar itu? Atau Pinjaman itu tidak dilanjutkan (dibatalkan)?

Seandainya diambil Opsi Pertama, maka pihak Pemprov Banten harus menambah besarnya cicilan Per Tahunnya --- yang semula "hanya" sebesar Rp 900 Milyar per Tahun Anggaran (dalam delapan tahun) menjadi sekitar Rp 1,5 Triliun per Tahun Anggaran (selama lima tahun).

Apabila opsi ini yg diambil maka Pemprov Banten harus mengkalkulasi ulang kemampuan APBD-nya --- yang berkisar antara Rp 13 - 16 Trilyun. Setelah nanti dikurangi biaya-biaya rutin apakah sisanya (Alokasi Belanja Publik) masih memungkinkan untuk membayar cicilan itu?

Juga perlu diperhitungkan dengan cermat, apakah uang Pinjaman itu dapat diserap seluruhnya dalam TA 2021 ini --- mengingat sisa Masa Kerja Tahun Kalender 2021 tinggal tersisa efektif hanya enam bulan saja.

Masalah yang ada terkait opsi ini adalah masih adanya kondisi yang "menggantung": konon hingga saat ini (rencana) Pinjaman itu baru sebatas tertuang dalam PKS ---- belum ke tahap Perjanjian Pinjaman. Pada titik inilah perlunya kehadiran Pengacara Negara  --- guna memastikan adanya Perjanjian Pinjaman secara hitam - putih. Yg pasti.

Seandainya Opsi Kedua yang diambil, yakni mengurangi besarnya Jumlah Pinjaman, katakanlah hanya menambah Rp 2,5 Trilyun ---.menjadi total Rp 3,3 Trilyun --- maka pasti pihak  Pemprov Banten mampu membayarnya dalam lima Tahun Anggaran. Namun pasti banyak kebutuhan yg tidak tertutupi (sebagaimana yang telah tercantum dalam APBD TA 2021 ini --- yakni untuk OPD: Disdikbud, Dinkes, DPUPR, Dinas Pengairan dan Permukiman serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pemprov Banten pasti mengalami kesulitan untuk mengatur prioritas Anggaran "Rp 2,5 Trilyun" itu. Upaya refocusing ini bisa dilakukan pada tahapan Perubahan APBD TA 2021 ini.

Seandainya mengambil Opsi Ketiga, yakni Tidak Melanjutkan atau Membatalkan Pinjaman Rp 4,1 Trilyun, maka pasti Pemprov Banten tidak punya beban Hutang --- kecuali yang Rp 800 Milyar yg telah digunakan pada TA 2020 kemarin --- namun banyak kewajiban dan rencana yg harus dipangkas.  Dan perlu dilakukan pada APBD Perubahan TA 2021 ini. Antara lain soal "hutang" Dana Bagi Hasil (DBH) dengan delapan Kab/kota, yg jumlahnya mencapai Rp 1,3 Trilyun.

Gara-gara sikap PT SMI (Persero) yang "mencla mencle" seperti itu kini telah menimbulkan masalah serius bagi Pemprov Banten.

Padahal PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dalam masa Pandemi Covid - 19 ini merupakan "Tugas Nasional" yg, antara lain, dibebankan kepada Pemerintah Daerah. (*)