SwaraBanten.com - Pengesahan
Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi
Banten dijadwalkan pada 22 Agustus 2019.
DPRD
Banten telah membuatkan jadwal rapat paripurna pengesahan Raperda RZWP3K yang
merupakan Raperda inisiatif Gubernur. Namun Raperda tersebut dinilai berpotensi
besar cacat hukum jika tetap disahkan pada paripurna dalam waktu dekat ini.
Koordinator
Koalisi Nelayan Banten, Daddy Hartadi mengungkapkan, bahwa Raperda RZWP3K itu
belum dilengkapi oleh dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), karena
KLHS Provinsi Banten Belum mendapatkan validasi dari Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Daddy
menilai, Raperda RZWP3K ini menjadi Raperda bodong karena dokumennya belum
lengkap dan akan cacat secara hukum.
"Pengesahan Raperda RZWP3K tidak bisa
dilakukan serta merta dan seenaknya. Penyusunan Raperda ini harus berpedoman
hukum dengan melengkapi semua dokumen yang disyaratkan. Bagaimana bisa akan
disahkan jika dokumen yang harus dilengkapi secara hukumnya belum ada. Ini akan
jadi produk hukum bodong, karena akan cacat secara hukum," terangnya.
![]() |
Aksi unjuk rasa nelayan Banten, menolak raperda RZWP3K di Depan Gedung DPRD Banten |
Raperda
RZWP3K ini, kata Daddy, harus berpedoman pada Peraturan Menteri Kelautan
Perikanan Nomor 23 Tahun 2016, Pasal 17 yang mensyaratkan dokumen KLHS sebagai
dokumen penting yang harus diikutsertakan dalam penyusunan Raperda RZWP3K.
Sedangkan
pengajuan KLHS ke KLHK berdasarkan PP No 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kegiatan KLHS, harus mendapatkan validasi dari KLHK. Sedangkan
KLHS Provinsi Banten sampai saat ini belum mendapatkan validasi KLHK. Masih
perlu banyak waktu untuk memvalidasinya.
Bagaimana
bisa Raperda RZWP3K dapat disahkan dalam Paripurna tanggal 22 Agustus? Dadi mengaku heran, dengan orang-orang yang memaksakan kehendak mensahkan Raperda ini walau
belum layak secara hukum untuk disahkan.
Daddy
juga menghimbau kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Kota se- Banten demi
melindungi keselamatan masyarakatnya, terutama masyarakat pesisir yang
berprofesi sebagai nelayan yang terkena dampak RZWP3K ini untuk dapat menolak
dan tidak memberikan rekomendasinya jika semua variabel persyaratan untuk
penyusunan Raperda ini belum dipenuhi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Banten.
Sementara,
untuk Anggota DPRD yang akan memparipurnakan Raperda ini pihaknya mengingatkan
agar tetap patuh memegang prinsis dan mekanisme pembentukan peraturan seperti
amanat UU No.12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan.
Anggota
Dewan menurutnya, bisa melakukan penolakan terhadap Raperda yang disusun tidak
sesuai kaidah hukum, yang masih mengabaikan persyaratan atas dokumen yang harus
dilengkapinya sesuai Perpres 87 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No.12 Tahun
2011
"Jika tidak layak secara kajian dan hukum,
lebih baik tolak oleh aggota dewan, dan tidak direkomendasikan oleh Pemkab
maupun Pemkot se-Banten, dan tidak perlu ada RZWP3K jika hanya mengakomodir
tambang pasir laut dan membatasi hak nelayan untuk melaut," tukasnya.(GUS)