SWARABANTEN - Dalam proses penjaringan calon Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten periode 2025-2029, Prof. Hidayatullah menjadi salah satu kandidat yang mendapat perhatian. Di balik sosoknya yang tegas dan konsisten dalam memimpin,
Prof. Hidayatullah lahir di Bojonegara, Kabupaten Serang, dan kini berusia 52 tahun. Ia berasal dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU).
Ayahnya adalah seorang guru ngaji yang membentuk karakter dan nilai dasar kehidupannya. Ia menimba ilmu di Pesantren Al-Jauharotunnaqiyyah, Cibeber, Cilegon—sebuah pesantren yang menekankan kedalaman ilmu alat (nahwu, shorof, dan ilmu-ilmu dasar lainnya) sebagai bekal utama membaca dan memahami kitab kuning (kitab gundul).
Di pesantren, Prof. Hidayatullah menjalani tradisi ngaji kitab dengan dua metode utama: bandungan (pengajian klasikal) dan sorogan (setoran langsung kepada guru). Ia secara sistematis menghafal dan menyetorkan kitab-kitab alat secara berurutan, seperti Tasrifan, Matan Bina, Al-Jurumiyah, I’lal, Isti’arah, Mantiq, hingga Samarkandi.
Tidak hanya menghafal, ia juga dituntut untuk memahami arti dan makna setiap teks sebagai syarat mutlak untuk menguasai bacaan kitab kuning secara mandiri dan benar.
Latar belakang keilmuan ini menjadikan Prof. Hidayatullah tidak hanya memahami dunia akademik modern, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam terhadap khazanah keilmuan Islam klasik—sebuah kombinasi yang langka di tengah arus pendidikan tinggi saat ini.
Pendidikan formalnya dimulai dari IAIN Sunan Gunung Djati Serang, tempat ia menyelesaikan studi strata satu. Ia kemudian melanjutkan pendidikan magister dan doktoral di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Ketika menjadi mahasiswa, ia aktif dalam organisasi kampus dan pernah dipercaya sebagai Ketua Senat Mahasiswa—sebuah pengalaman awal yang membentuk karakter kepemimpinannya.
Di lingkungan UIN SMH Banten, Prof. Hidayatullah dikenal sebagai akademisi yang berpengalaman. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Dekan Fakultas Sains, serta Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama.
Dalam setiap jabatan yang diembannya, ia menunjukkan komitmen pada tata kelola yang bersih, penguatan mutu akademik, dan pengembangan SDM kampus.
Meski disibukkan dengan berbagai tugas kelembagaan, Prof. Hidayatullah tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas utama. Hal ini disampaikan langsung oleh istrinya dalam sebuah wawancara.
“Beliau sangat peduli dengan keluarga. Di tengah padatnya agenda kampus, ia selalu meluangkan waktu untuk anak-anak dan saya. Bahkan, dalam hal-hal kecil pun beliau tetap hadir,” ungkapnya.
Menurut sang istri, Prof. Hidayatullah selalu menekankan pentingnya menjadi pemimpin yang utuh—yakni yang mampu menyeimbangkan tanggung jawab publik dengan peran dalam rumah tangga. “Ia percaya bahwa kepemimpinan yang baik di masyarakat harus berakar dari keteladanan dalam keluarga.”
Dengan latar belakang pesantren, pengalaman organisasi, pendidikan tinggi, serta rekam jejak profesional yang kuat, Prof. Hidayatullah tampil sebagai figur yang menyatukan kecakapan memimpin dengan kedalaman nilai dan kepedulian sosial.***